EKONOMI KREATIF DI TENGAH HUTAN INOVASI PASAR TRADISIONAL PRINGGONDANI

Di tengah gempuran modernisasi dan budaya instan, Taman Wisata Bukit Pringgondani Balikpapan menjadi contoh nyata bagaimana kearifan lokal dapat menjadi kekuatan ekonomi yang berdaya tahan. Tempat ini bukan hanya menjadi tempat untuk berwisata, melainkan sebagai ruang hidup bagi masyarakat lokal untuk menghidupkan kembali tradisi dengan menggerakkan roda perekonomian secara mandiri.

1751610076.webpWarung-warung bambu yang menyajikan jajanan tradisional seperti soto, lemper, jasuke, gudeg, nasi jagung dan masih banyak aneka menu tradisional lainnya yang bukan hanya menggoda selera tetapi juga menyimpan nilai ekonomi yang besar. Usaha kecil seperti ini dikelola oleh warga sekitar, mulai dari proses produksi hingga pelayanan. Mereka menciptakan lapangan kerja mandiri dan mendorong perputaran uang di lingkup lokal.

Konsumen yang datang bukan hanya membeli makanan, tapi juga "membayar" pengalaman seperti duduk di warung bambu yang dikelilingi nuansa alam segar, menikmati cita rasa masa kecil, sembari mendukung ekonomi mikro yang sedang berlangsung. Setiap transaksi adalah bentuk nyata dari ekonomi kerakyatan. Hal paling menarik dan inovatif di pasar ini adalah sistem pembayarannya. pembayarannya tidak menggunakan uang tunai

 

secara langsung seperti jual beli biasanya, melainkan pengunjung menukar uang mereka dengan "uang kayu" Pringgondani bernilai Rp 20.000 per potong yang terbuat dari potongan kayu kecil

diukir dan diberi cap resmi. dengan melalui sistem ini dapat menciptakan transaksi yang lebih efisien dan membuahkan pengalaman yang unik.

Selain terdapat kuliner, Pringgondani juga menghadirkan nilai kebudayaan yang indah dari sektor pariwisata budaya. Pengunjung dapat mengenakan pakaian adat Kalimantan dan berfoto dengan latar arsitektur tradisional. Inisiatif ini tidak hanya memperkaya pengalaman wisata, tetapi juga mampu membuka peluang ekonomi melalui penyewaan kostum, jasa foto, hingga pelatihan pembuatan aksesoris tradisional. Dengan biaya terjangkau, pengunjung dapat mengenal dan ikut merasakan budaya lokal, sementara pelaku UMKM lokal dapat mengembangkan usaha kreatif berbasis warisan budaya.

Model seperti yang diterapkan di Pringgondani membuktikan bahwa pariwisata tidak harus dari hal yang mewah atau modern untuk menghasilkan dampak ekonomi. Justru dengan pendekatan berbasis komunitas dan budaya lokal, keberlanjutan dapat tercapai melalui Dana yang berputar langsung kembali ke masyarakat. Warung kecil dan penyedia jasa kostum tradisional menjadi bagian dari ekosistem ekonomi yang saling menghidupi. Dalam satu hari, satu tempat wisata bisa memberdayakan puluhan warga mulai dari petani rempah, ibu rumah tangga pembuat kue, hingga pemuda kreatif yang membuat properti sehingga foto terkesan menarik dan kaya akan budaya lokal.

Dengan adanya Pringgondani ini dapat menunjukkan bahwa pelestarian budaya bisa sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Ketika masyarakat diberdayakan dan budaya dijunjung, maka ekonomi lokal tidak hanya hidup namun dapat juga berkembang secara bervariasi. Oleh karena itu, dengan mendukung tempat seperti ini bukan hanya untuk berwisata, tetapi sebagai upaya untuk ikut membangun masa depan.
 

Penulis:
1. Enisa Febriyani

2. Natasya Fibriyanti

3. Amaliah Azahra